Turis Brasil Tewas di Gunung Rinjani: Ini Kronologi Lengkap dan Kendala Proses Evakuasi
Turis Brasil Tewas di Gunung Rinjani: Kronologi, Proses Evakuasi, dan Kendala yang Dihadapi
Lombok, 25 Juni 2025
Peristiwa tragis terjadi di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, ketika seorang turis asal Brasil, Juliana Martins (26), ditemukan meninggal dunia setelah tergelincir dan jatuh ke jurang saat melakukan pendakian. Proses evakuasi korban memakan waktu hingga empat hari dan diwarnai berbagai kendala yang memperlambat penyelamatan.
Kronologi Kejadian
Pada 21 Juni 2025, Juliana bersama rombongan pendaki dari berbagai negara memulai pendakian melalui jalur Sembalun, salah satu jalur paling populer di Gunung Rinjani. Cuaca saat itu cukup bersahabat, meskipun kabut sempat menyelimuti kawasan puncak dan kawah.
Kecelakaan terjadi saat rombongan berada di area lereng curam menuju kawasan Danau Segara Anak. Juliana diduga kehilangan pijakan saat berusaha berfoto di tepi tebing. Ia terpeleset dan terjun bebas ke dalam jurang sedalam sekitar 600 meter.
Proses Evakuasi yang Panjang dan Rumit
Begitu kejadian dilaporkan oleh rekan-rekan pendaki, Tim SAR dari Basarnas Mataram langsung bergerak menuju lokasi. Namun, medan yang ekstrem serta kabut tebal membuat pencarian berlangsung lambat. Dibutuhkan waktu hampir dua hari untuk menemukan lokasi tubuh korban.
Pada hari ketiga, jenazah berhasil dijangkau oleh tim penyelamat menggunakan tali dan peralatan khusus. Evakuasi secara vertikal dilakukan dengan sistem pulley, namun tetap memakan waktu lama karena medan sangat terjal dan licin.
Kendala yang Menghambat Evakuasi
Beberapa faktor utama yang memperlambat proses evakuasi korban adalah sebagai berikut:
1. Medan Terjal dan Licin
Jalur jatuhnya korban sangat curam, terdiri dari batuan longgar dan tanah licin akibat embun malam. Tim penyelamat harus menggunakan teknik panjat tebing dan pengamanan penuh agar tidak terjadi kecelakaan susulan.
2. Kondisi Cuaca yang Tidak Stabil
Kabut tebal dan hujan ringan yang turun pada malam hari menghalangi jarak pandang dan membuat proses penyusuran menjadi lebih berisiko.
3. Keterbatasan Sinyal dan Komunikasi
Area di sekitar lokasi kejadian tidak memiliki sinyal telepon atau radio yang stabil, menyulitkan koordinasi antara tim SAR di lapangan dan posko induk.
4. Minimnya Penerangan
Karena proses evakuasi dilakukan hingga malam hari, keterbatasan penerangan menjadi hambatan besar. Headlamp dan lampu portable pun tidak mampu menembus kabut dengan maksimal.
5. Keterbatasan Tenaga dan Peralatan
Meskipun Basarnas bekerja sama dengan relawan dan porter lokal, jumlah personel yang mampu turun ke lokasi sangat terbatas karena hanya yang berpengalaman panjat tebing yang bisa mencapai titik jatuhnya korban.
Tanggapan Pemerintah dan Penutupan Jalur
Sebagai bentuk penghormatan dan pengamanan, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) resmi menutup jalur pendakian Sembalun hingga waktu yang belum ditentukan. Kepala BTNGR juga menyatakan akan melakukan evaluasi sistem keamanan pendakian, termasuk pemasangan pagar pengaman di titik-titik berisiko tinggi.
Respon Keluarga dan Kedutaan
Pihak Kedutaan Besar Brasil di Jakarta telah memberikan pernyataan duka cita dan tengah berkoordinasi untuk pemulangan jenazah ke negara asal. Keluarga korban juga telah dihubungi dan diberikan update berkala selama proses evakuasi berlangsung.
Penutup: Evaluasi dan Harapan Ke Depan
Kematian Juliana Martins menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait keselamatan pendakian. Gunung Rinjani memang indah dan menantang, namun tetap menyimpan risiko tinggi, terutama bagi pendaki yang kurang familiar dengan jalurnya.
Ke depan, beberapa langkah yang diharapkan dapat dilakukan:
Peningkatan pelatihan bagi pemandu wisata dan porter.
Penambahan rambu dan pagar pengaman di titik rawan.
Pembaruan sistem monitoring cuaca dan jalur evakuasi cepat.
Pengetatan prosedur briefing bagi turis asing yang tidak didampingi pemandu lokal resmi.
Semoga insiden ini menjadi titik refleksi untuk membenahi sistem pendakian dan memperkuat budaya keselamatan di seluruh gunung Indonesia.
"Gunung tidak pernah salah — manusia yang kadang lengah."
— Pepatah pendaki.
Komentar
Posting Komentar